Jumat, 10 Desember 2010

Saatnya teriakkan Ukhuwah Atas Nama Cinta...

BERUKHUWAH MEMANG INDAH.. TAPI TAK SEKEDAR UKHUWAH INDAH.
Berukhuwah Islamiyah (Bersaudara dalam Islam) memang indah dan menjadi ungkapan yang mahal hari ini, tapi tak sekedar ukhuwah indah.. hingga terlupa hak-hak saudara, terlupa akan tergelincirnya hati yang lelah, banyak amanah dan melunturkan 'azzam (keinginan) untuk berdakwah. Dakwah yang tertegak atas cinta, yang terhubung oleh cinta dakwah, yang bersemi dengan persaudaraan karena Allah SWT, dan terikat kuat bila disatukan oleh aqidah yang direkatkan atas nama cinta pada Allah SWT. Dan atas nama cinta.. kupersembahkan untaian kata ini kepada saudara-saudariku tercinta, yang bergerak atas dasar cinta pada Allah SWT dan keikhlasan dalam meraih RidhoNya...UHIBBUKUM FILLAH. (Aku Mencintai Kalian karena Allah). ^^

Saatnya teriakkan ukhuwah atas nama Cinta pada-Nya...
Ukhuwah.. Oh... ukhuwah...
mudah diucapkan.. extra usaha u/ aplikasinya..
Ketika semua terjebak pd fanatisme simbol dan golongan..
Terjadi krisis kepercayaan.. krisis moral..
dan paling parah krisis ukhuwah yang makin memudar warnanya tak tersentuh oleh hangatnya ukhuwah..
Itulah fenomena yg terjadi..

Terperosok dalam perdebatan yang makin memecah belah dengan teramat parah. Seakan lupa bahwa kebenaran hanyalah milik Allah, bahwa Wala' (loyalitas) dan Ghayah (tujuan) hanya untuk Allah dan RasulNya, bahwa segala pendapat, uslub dan fikrah merupakan ijtihad yang bisa benar dan bisa salah, bahwa setiap Muslim adalah bersaudara dengan segala hak-hak yang telah diamanatkan Allah dan RasulNya, bahwa perpecahan hanyalah akan melemahkan langkah dan mencerai-beraikan barisan Umat Islam. Allah telah berfirman dalam surat Al Hujuuraat (49) : 13 , "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
Namun, makna persaudaraan itu makin memudar dalam perjalanan penegakan dakwah hari ini. Para mujahid-mujahidah dakwah terpetakan dalam batas-batas nisbi dan sulit melebur. Masing-masing menganggap diri paling benar dan lainnya paling salah. Terkadang merancang kerjasama dalam amal, satu sama lain saling tuding dengan berbagai kepentingan, bahkan ada yang bersumpah untuk merobohkan lawannya dengan berbagai cara. Masya Allah !! Lalu, dengan jumlah mujahid-mujahidah pengemban risalah yang masih sedikit itu, mampukah kita bertahan menjaga agama Allah ?? Bila diri terus larut dalam perpecahan, bila ego dan fanatisme menambah keretakan tak berpangkal dan berujung ? Maka, wahai para pengemban risalah, penegak agama Allah : BERSAUDARALAH !!

HAKIKAT BERSAUDARA DALAM ISLAM
Ukhuwah Islamiyah (Persaudaraan dalam Islam) adalah salah satu karunia, cahaya, dan nikmat Ilahiyah yang dituangkan oleh Allah ke dalam hati hambanya yang ikhlas, para wali pilihan, dan orang-orang yang bertaqwa kepadaNya, serta menyatu dengan Iman dan Taqwa. Karena tidak ada ukhuwah tanpa Iman, dan tiada Iman tanpa Ukhuwah. Maka tidak diragukan lagi jika ukhuwah ini kosong dari Iman, akan mengakibatkan ikatannya menjadi ikatan yang didasari oleh adanya kepentingan dan manfaat pribadi, kelompok / golongan, yang mengakibatkan dapat menghancurkan ukhuwah itu sendiri cepat ataupun lambat. Jika anda menjumpai orang yang mengaku dirinya berIman dan berTaqwa, tetapi dia tidak memiliki sifat ukhuwah dan persahabatan murni, berarti imannya masih setengah-setengah dan taqwanya palsu. Rasulullah dalam sabdanya menjelaskan, bahwa : "Tidak beriman seorang dari kamu, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri" (HR. Bukhari Muslim).
KEUTAMAAN UKHUWAH ISLAMIYAH
Ukhuwah islamiyah selalu menghadirkan pesona yang luar biasa dan merupakan kebutuhan fitrah dan asasi yang senantiasa menuntut untuk dipenuhi. Dan sejak dahulu, kini, hingga akhir jaman, senantiasa dirindukan perwujudannya dalam kehidupan Umat Islam.
Adapun keutamaan Ukhuwah yang lebih utama adalah nikmat Allah SWT yang besar. Memutuskan ukhuwah sama saja dengan mengkufuri nikmat tersebut. Allah SWT berfirman dalam Surat Ali .Imran (3) ayat 103, yaitu : "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah keseluruhannya, dan janganlah kamu berpecah belah. Ingatlah kamu akan nikmat Allah yang dilimpahkanNya kepadamu ketika kamu dalam keadaan saling bermusuhan, lalu Allah menyatukan antara hati-hati kamu. Maka jadilah kamu dengan nikmatNya bersaudara."
Sehingga jika diri sudah memahami ayat-ayat Allah mengenai keutamaan berUkhuwah, maka wajah diri akan semakin bersinar, dosa-dosa mereka diampuni, pada hari kiamat mereka berada dibawah naungan Arsy-Nya, berada dalam naungan cinta pada Allah, berada di dalam Surga Allah dan keridhoanNya, dan merasakan manisnya Iman dalam hati..Subhanallah.
SYARAT-SYARAT UKHUWAH ISLAMIYAH
1. Ikhlash karena Allah semata,
2. Harus disertai Iman dan Taqwa (Qs. Al Hujuuraat (49) : 10, Qs. Az Zukhruf : 67),
3. Harus berjanji untuk berhukum dengan hukum Allah SWT dan mengembalikan segala persoalan kepada petunjuk Nabi Muhammad SAW.
4. Tegak berasas Nasihat karena Allah,
5. Setia dalam waktu senang dan waktu susah.
Apabila persyaratan diatas terpenuhi, maka ukhuwah akan tangguh dan tegar, tidak akan terpengaruh oleh badai dan topan yang menerpanya. Dia akan menjadi kokoh seperti gunung, bersinar seperti matahari dan akan selalu tegar seperti pagi yang cerah.
INDAHNYA MERETAS UKHUWAH HARMONIS BUAT DAKWAH SEMAKIN MANIS.
Islam selalu menghendaki ukhuwah yang bersih lahir dan batin. Hingga persaudaraan hangat yang muncul pun bukanlah lips service semata, namun memang terpatri kuat di dalam dada. Untuk memujudkannya, Rasulullah SAW. memberikan kiat-kiatnya :
1. Beritahukan kecintaan anda kepada yang anda cintai atas nama Allah (*jgn disalahgunakan y..^^) : Dari Anas ra., ketika seseorang berada disisi Rasulullah SAW, lalu seorang sahabat berjalan melewatinya. Orang yang berada disisi Rasulullah tersebut mengatakan, "Ya Rasulullah, aku mencintai dia." Rasul bersabda : "Apakah kamu sudah beritahukan padanya ?." Orang itu menjawab, "Belum" Lalu Rasulullah SAW bersabda, .Beritahukan kepadanya !.. Orang itu pun memberitahukan kepada sahabatnya dan berkata, "Sesungguhnya akuu mencintaimu karena Allah." Kemudian sahabatnya menjawab, "Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karenaNya" (HR. Abu Dawud).
2. Mohon dido'akan dari jauh bila berpisah,
3. Saling tolog menolong dalam kebaikan, tiada prasangka dalam bersaudara,
4. Tunjukkan kegembiraan dan " senyuman " bila berjumpa saudara,
5. Berjabat tangan dan saling bermaafan ketika bertemu maupun akan berpisah,
6. Sering bersilaturahmi, memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya,
7. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya, Yaitu : mengucapkan dan menjawab salam, membela mu'min yang digunjing / didzolimi, menutupi aib saudaranya, memperhatikan nasihat yang disampaikan, memenuhi undangannya, mendo.akan jika bersin, dan berinteraksi dalam rangka dakwah dijalanNya.

Itulah warisan yang tampak jelas bernilai bahwa hak-hak ukhuwah tersebut mencakup setiap muslim yang meyakini Allah sebagai Rabbnya, Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya, Al Qur.an sebagai imamnya, dan Islam sebagai Diennya. Sesuatu yang hari ini semakin menipis melapisi aktivitas kita. Kapankah kiranya kita akan tergerak membenahinya ? Semua bergantung pada nilai diri dan keyakinan akan janji Allah dan Rasulnya. Maka saling tolong menolonglah kita secara lahir dan batin, sungguh Allah SWT sangat mencintai hambaNya yang suka tolong menolong. Semoga ukhuwah ini makin harmonis yang buat laju dakwah semakin bertambah .manis. dan tak akan mengering hingga ke ujung hati tiap Muslim Muslimin pengemban risalah dakwah.. Amin.

Wallahu a'lam bish showwab. (Dari berbagai sumber..)

"Ya Allah..sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan kecintaan hanya kepadaMu, bertemu untuk taat kepadaMu, bersatu dalam rangka menyeru (dijalan)Mu, dan berjanji setia untuk membela syari.atMu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya ya Allah..abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahayaMu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepadaMu, hidupkanlah dengan ma.rifahMu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalanMu. Amin."

Selasa, 31 Agustus 2010

__Aku mirip Ibu Guru^^__padahal....

Seperti biasa d Ramadhan ini Q terawih d masjid SD Q.. sampai disana anak2 kecil seusia SD menghampiriku dan menyalamiku.."Ib Guruuu.." koor mereka. Aku pun sempat kaget dan ingin menjelaskan sesuatu pada mereka..Tp tidak sempat..Mereka sdh menyalamiku..Aku hanya bisa tersenyum^^
Malam berikutnya.. dg anak yang berbeda, mereka menghampiri dan memanggilku "Ibu Guruu" dan menyalamiku...Aku pun tidak sempat menjelaskan sesuatu padanya...lagi2 Q pun tersenyum ^^
Suatu ketika, Q telat b'jamaah shalat Isya.. Alhasil Q shalat sendiri.. Ketika mengambil air wudhu anak2 itu "membuntutiku", sampai ada yg bergumam,"Bu Guru bukan ya??" Aku pun menjawab,"Bukan dek..". Mereka sempat terheran2..Sampai Q shalat sendiri pun, anak2 itu melihatku-tepatnya mengamatiku- (kayak artis aja^^)
kemudian Q pun menjelaskan, bahwa Aku adiknya Ibu Guru,,"emmm, mirip sm Ibu Guru" koor mereka.. Q pun tersenyum^^
Q pun heran, padahal Q terpaut 5 tahun dg kakaQ...^^ Subhaanallah, Allah Maha Menyempurnakan CiptaanNya..
"Maka, Nikmat Rabb mana lagi yg kn kau Dustakan??"
___Wallahu a'lam Bisshowab___

Sabtu, 12 Juni 2010

Cinta dan Benci karena Allah

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dzar berkata : Rasulullah saw bersabda,”Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.

Al Alamah Abadiy mengatakan bahwa makna “Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah” adalah karena-Nya bukan karena tujuan lain seperti ketertarikan dan berbuat baik. Diantara keharusan dalam mencintai karena Allah adalah mencintai para wali dan orang-orang pilihan-Nya. Dan diantara syarat kecintaan mereka adalah mengikuti jejak-jejak dan menaati mereka.

Sedangkan makna “benci karena Allah” adalah karena perkara yang pantas untuk dibenci seperti kefasikan, kezhaliman, pelaku kemaksiatan. Ibnu Ruslan mengatakan didalam “Syarh as Sunan” bahwa didalamnya terdapat dalil bahwa diwajibkan bagi seseorang memiliki musuh yang dibencinya karena Allah sebagaimana diwajibkan baginya memiliki teman-teman yang dicintai karena Allah.

Lebih jelasnya bahwa jika engkau mecintai seseorang hendaklah karena orang itu menaati Allah dan menjadi kekasih Allah. Ketika orang itu bermaksiat terhadap-Nya maka anda harus membencinya karena ia telah bermaksiat terhadap Allah dan menjadi orang yang dibenci Allah. Barangsiapa yang mencintai karena satu sebab maka sudah seharusnya dia membenci hal-hal yang bertentangan dengan sebab itu. kedua sifat ini sudah menjadi kelaziman yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya dan dia mejadi tuntutan didalam mencintai dan membenci didalam kebiasaannya. (Aunul Ma’bud juz XII hal 248)

Tidak disangsikan bahwa kecintaan seseorang kepada orang lain karena Allah swt adalah buah dari kecintaan dirinya kepada Allah swt. Karena seseorang yang mencintai Allah swt diharuskan pula untuk mencintai orang-orang yang mencintai Allah dan mereka dicintai oleh-Nya.

Ketika seseorang mencintai saudaranya karena Allah maka ia akan tetap mencintainya selama Allah mencintai orang itu dikarenakaan amal-amal shalehnya sebaliknya ketika Allah membencinya dikarenakan maksiat-maksiatnya maka dia pun akan membenci orang itu. Kecintaannya bukanlah karena hal-hal duniawi, seperti : harta, jabatan, kedudukan, nasab atau sejenisnya.

Berbahagialah seseorang yang mampu melakukan hal ini karena ia menjadi bukti benarnya keimanan dan keislamannya. Imam Malik mengatakan bahwa kecintaan karena Allah swt adalah diantara kewajiban keislaman seseorang.

Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Anas dari Nabi saw, dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka."

Para ulama mengatakan bahwa makna dari “manisnya iman” adalah merasakan kelezatan didalam ketaatan dan mengemban beban-beban didalam mendapatkan ridho Allah dan Rasul-Nya saw dan lebih mendahulukan keredhoan tersebut daripada perhiasan-perhiasan dunia.

Wallahu A’lam

Jumat, 04 Juni 2010

Ihsan dalam Shalat

Tingkatan Ihsan
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Takbir sebagai ungkapan yang menyatakan suatu proses naik tercermin pada saat Nabi Saw sedang mendaki sebuah bukit, di sana beliau mendzikirkan kalimat takbir. Berbeda dengan ketika Nabi Saw sedang turun dari sebuah bukit, maka beliau mendzikirkan kalimat tasbih. Dalam 17 rakaat pada lima waktu shalat wajib, diucapkan 94 kali takbir pokok yang membatasi setiap bentuk sikap (state) dalam shalat, berarti dalam sehari semalam seharusnya terjadi minimal 94 kali kenaikan derajat kedekatan dengan Allah Swt.
Istilah shalat melampaui dari sekedar sebuah nama suatu ibadah mahdlah terpenting di dalam agama Islam. Makna spiritual dari kata shalat mencerminkan suatu proses “pengorbitan” setiap ciptaan Allah, secara spesifik terhadap poros dari suatu amr Allah Swt , ini diisyaratkan oleh Al-Qur’an Surat An-Nuur [24] : 41,
“Tidakkah engkau mengetahui bahwa sesungguhnya bertasbih kepada Allah siapa pun yang da di petala langit dan bumi, dan burung dengan mengembangkan sayapnya. Sungguh setiap sesuatu mengetahui cara shalatnya dan cara tasbihnya masing-masing. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q. S. An-Nuur [24] : 41)
Tasbih mencerminkan mengalirnya setiap ciptaan dalam suatu proses penyerahan diri (aslama) yang bersifat umum, dan shalat dalam hal ini mencerminkan suatu pengaliran dengan modus atau bentuk tertentu, yang spesifik, tidak sama dari satu ciptaan ke ciptaan yang lainnya. Sebagai contoh, shalatnya seekor burung telah ditentukan ada di dalam bentuk membuka sayapnya ketika ia terbang, dan shalatnya seekor ikan telah ditentukan ada di dalam kondisi saat ia berenang di dalam air.
Secara umum aspek praktis shalat, sebagai suatu ibadah mahdlah yang paling pokok, wajib ditegakkan dalam waktu-waktu yang telah ditentukan. Dalam aspek praktis shalat tampak tercermin keseluruhan dari dinamika kehidupan: pada saat berdiri posisi akal ada di atas qalb, pada saat ruku’ posisi akal sejajar qalb, dan pada saat sujud posisi akal ada di bawah qalb. Dan Nabi Saw mengingatkan bahwa semulia-mulia keadaan shalat adalah pada saat sujudnya, dan beliau memerintahkan agar kita memperbanyak berdoa pada saat bersujud, yaitu pada saat akal diletakkan di belakang qalb (akal yang tunduk kepada qalb yang dirahmati Allah Swt).
Serangkaian shalat praktis tersebut wajib ditegakkan untuk membangun suatu keadaan dzikir kepada Allah Swt (lihat Q. S. Thaaha [20]:14). Dzikir di sini bukan sebatas mengulang-ulang memuji Allah Swt dengan lisan ihwal nama-nama dan sifat-sifat-Nya, tetapi suatu dzikir mencakup suatu keadaan totalitas jiwa (nafs) akibat sentuhan rahmat-Nya, sehingga insan tersebut baqa’ dalam tasbih, doa, kesyukuran dan sebagainya. Dan jika dzikir ini menjadi sebuah maqam, maka menjadi tidak berbatas waktu. Jadi serangkaian shalat praktis yang berbatas waktu wajib ditegakkan untuk membangun dan memelihara suatu keadaan ’shalat’ (dalam tanda kutip) yang tidak berbatas waktu, dzikrullah.
Tujuan sejati dari suatu suluk (tazkiyatu-nafs) adalah untuk menemukan kodrat diri, merupakan qudrah atau kuasa Allah Swt yang ada di dalam nafs, sebagai mandat atau misi hidup yang harus dimanifestasikan. Barangsiapa mengenal nafs-nya maka akan melihat qudrah dirinya sebagai bayangan terbatas dari qudrah-Nya, dan barangsiapa yang mengenal kuasa-Nya maka akan mengenal Rabb-Nya, sebagaimana dikatakan Rasulullah Saw, “man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu.” Dan kodrat diri ini tak lain merupakan fitrah Allah Swt yang disematkan kepada diri insan tertentu yang telah menegakkan ad-diin dalam dirinya.
“Shalat itu adalah tiangnya ad-diin.” (Rasulullah Saw)
Ad-Diin di atas mencakup tiga komponen: al-Islam, al-Iman dan al-Ihsan. Ketiga aspek tersebut harus ditegakkan secara utuh di dalam diri insan. Jika satu dari ketiga aspek tersebut belum terbangun maka ia belum termasuk ke dalam golongan orang-orang yang telah mendirikan ad-Diin di dalam dirinya. Jadi rangkaian shalat itu merupakan proses untuk menegakkan ketiga pilar ad-diin tersebut. Dan tentang pilar ketiga ad-diin yakni al-ihsan, Nabi Saw pernah berkata, “Engkau mengabdi kepada-Nya seolah-olah engkau melihat-Nya” adalah pilar yang paling halus dan paling sulit untuk ditegakkan, kecuali oleh mereka yang mencari-Nya dengan sungguh-sungguh, berharap bertemu (liqa’) Allah dengan kerinduan yang mendalam.
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya (liqa’) dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS Al-Baqarah [2] : 45-46).
Bagian akhir dari ayat di atas berkaitan dengan ke-ihsan-an sebagai tanda dari hadirnya kekhusyu’an di dalam shalat. Dan jika suatu shalat tidak mencapai pilar ihsan, maka ibadah shalat akan dipandang sebagai sesuatu yang memberatkan, sehingga bangunan ad-diin dalam diri orang tersebut sulit untuk didirikan. Jika seseorang tidak dapat menegakkan ad-diin dalam dirinya maka shalatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan fakhsya’ dan munkar.
Kemudian Nabi Saw bersabda pula, “Siapa yang mengenal Allah maka pasti mencintai-Nya.” Pada maqam ini pilar ketiga dari ad-diin terbangun. Bagaimana agar keihsanan dan kecintaan kepada Allah dapat tumbuh, maka hanya dengan cara mengikuti semua langkah Nabi Saw dengan ikhlas, baik lahiriyahnya maupun batiniyahnya.

_______WallaahuA'lam_______
REferences: Al-Qur'an&Al-HAdist

Rabu, 21 April 2010

Kembalikan Citra Kartini dari kegelapan menuju cahaya Islam

Perjalanan Kartini

Kartini adalah seorang wanita yang cerdas. Terbukti hanya dengan bekal pendidikan Sekolah Rendah (setingkat SD), ia telah mampu mengajukan kritik dan saran pada Pemerintah Hindia Belanda, yang salah satunya berbunyi "Berilah pendidikan bagi bangsa jawa". Hal ini menunjukkan bahwa Kartini mempunyai keperdulian yang sangat dalam terhadap nasib bangsanya, yang oleh pemerintah Hindia Belanda dibiarkan berada dalam kebodohan dan kebutaan.

Pada mulanya Kartini tidak bercita-cita untuk menjadi muslimah. Sebelum Kartini lebih jauh mengenal Islam, ia telah mengenal sebuah prinsip melalui semboyan Revolusi Perancis, yaitu Liberte, Egalite, Freternite (Kemerdekaan, Persamaan, Persaudaraan). Beranjak dari sinilah Kartini mulai berusaha mendobrak adat yang berlaku pada masa itu, dimana orang selalu
dibeda-bedakan berdasarkan warna darahnya, apakah dia ningrat (berdarah biru) atau bukan. Menurut Kartini, yang membedakan derajat seseorang hanyalah pikirannya (fikroh) dan budi pekertinya (akhlak).

Kartini Berjuang Sendiri


Dalam menjalani perjuangannya, Kartini berjuang sendiri, tidak bergabung dengan barisan manapun yang dapat memperkokoh kedudukannya.

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS. 61:4)

Sudah merupakan sunatullah, bahwa orang yang berjuang sendirian akan lebih rentan terhadap berbagai serangan yang datang dari musuh-musuhnya. "Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir." (Ali bin Abi Thalib).

Serigala itu hanya menerkam domba yang sendirian. Demikianlah yang terjadi pada Kartini. Oleh sebab itu dengan leluasa musuh-musuhnya menjadikan Kartini sebagai permainan serta memper-alatnya. Tidak jarang Kartini menjadi bulan-bulanan musuh-musuhnya yang berkedok sebagai teman surat-menyurat (Stella yang Yahudi), guru privat (Annie Glasser, mata-mata Abendanon), dan lainnya. Bahkan sempat pula Kartini diperalat oleh Ir.H.Van Kol, yang
berusaha memperjuangkan ke-berangkatan Kartini ke negeri Belanda, untuk dijadikannnya sebagai saksi hidup atas kebobrokan pemerintah Hindia Belanda di tanah jajahan. Hal ini bukan berarti Van Kol perduli dan membela rakyat di tanah jajahan, tetapi ia berambisi untuk meme-nangkan partainya (sosialis) di parlemen.

Hidayah Allah pun datang

Seperti telah disebutkan bahwa menjadi seorang muslimah bukanlah awal dari cita-cita Kartini. Bahkan ada suatu masa dimana Ny.Van Kol berusaha mengkristenkan Kartini. Meskipun ia gagal untuk mengkristenkan Kartini, namun ia berhasil mendangkalkan aqidah Kartini. Sehingga dalam beberapa suratnya, Kartini sering menyebutkan Allah dalam konsep trinitas.

"Namun demikian, Allah pula lah yang mempunyai kehendak atas hamba-Nya. Allah menurunkan hidayah-Nya pada Kartini melalui sebuah pengajian dan pertemuan singkatnya dengan KH. Sholeh Darat. Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)..." (QS. 2:257)

Inilah titik awal dari pembalikan Kartini (inqilab) dari kegelapan jahiliyah menuju pada cahaya Islam (Minazh Zhulumaati ilan Nuur). Melalui Al-Quran yang sebagian diterjemahkan oleh KH.Soleh Darat, Kartini mulai mempelajari Islam dalam arti yang sebenarnya. Mulai saat itu Kartini bercita-cita untuk menjadi seorang muslimah sejati.

Kalimat Minazh Zhulumaati ilan Nuur sering Kartini ulang-ulangi di dalam suratnya, yang dalam bahasa Belanda ditulis sebagai Door Duisternis Tot Licht. Sayang-nya, kalimat tersebut diterjemahkan oleh Armijn Pane (nasrani) sebagai "Habis Gelap Terbitlah Terang", sehingga maknanya yang begitu dalam tidak lagi terlihat.

Rancu


Meskipun Kartini telah berusaha untuk mempelajari Islam dan berjuang di jalan Islam, tapi ia belum juga mempunyai gambaran yang jelas tentang Islam, sehingga pemahamannya tentang Islam bersifat parsial, tidak menyeluruh. Hal inilah yang menjadikan Kartini tidak tahu akan panjangnya jalan yang harus ditempuh dan bagaimana cara berjalan diatasnya. Pemikirannya sering kali masih rancu dengan konsep Barat dalam operasional dan perinciannya, walaupun
secara global adalah konsep Islam. Hal ini sangat mungkin sekali terjadi, karena teman-teman dekat Kartini adalah Yahudi dan Nasrani.

Juga dalam beberapa suratnya, secara tidak sadar Kartini menceritakan tentang praktek keburukan umat Islam (bukan Islamnya yang buruk) ke para sahabatnya yang bukan muslim. Hal inilah yang kelak kemudian hari akan menjadi bumerang dan fitnah bagi umat Islam.

Melihat perjalanan kehidupan Kartini, banyak pelajaran yang dapat kita petik. Janganlah kini kita menyalahkan Kartini kalau ia belum bisa lepas dari kungkungan adat dan pengaruh pendidikan baratnya. Kartini telah berjuang untuk mendobraknya, dan ia pun telah berusaha menjadikan dirinya seorang muslimah sejati. Mudah-mudahan Allah merahmati Kartini atas usaha dan perjuangannya.

"Hidup ini patut kita hayati ! Bagaimana kita mau menang kalau kita tidak berjuang lebih dulu ?" "Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya"
Surat-surat Kartini

Diringkas dari sumber
"Tragedi Kartini" karya Asma Karimah
*http://www.hudzaifah.org/Article47.phtml

Rabu, 07 April 2010

Life is beautiful...

What is life ?
Al-Quran selalu menyeru untuk mengamati secara objektif alam dengan fenomenanya yang bermacam-macam, manusia dengan seluk beluk keajaibannya, bumi dan langit dengan segala kemegahannya, dan binatang dengan segala rahasianya. Sebagaimana tertuang dalam QS.Al-Anbiya yang artinya: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan air Kami jadika segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman ?”
Air adalah substansi yang kita butuhkan setiap saat dalam hidup kita. Misalnya, sebagian besar dari sel-sel tubuh, dan darah yang menjangkau setiap bagian kecil dari tubuh kita tersusun dari air. Jika tidak demikian, maka fluiditas darah akan berkurang dan darah akan sangat sulit mengalir di dalam pembuluh vena. Fluiditas air tidak hanya penting bagi tubuh manusia, tetapi juga untuk tetumbuhan. Air mampu menjangkau bagian yang paling ujung dari daun melalui pembuluh-pembuluh yang halus seperti benang.
Kemudian kita melihat keindahan dan kehalusan bahasa Al-Quran dari segi yang lain, yaitu pemilihan suatu kata kerja (fi’il). Tentang diluaskannya bumi, Allah berfirman:
“Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.” (QS.An-Nadzi’at:30) . Menurut kamus bahasa arab fi’il yang dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang membentuk dua keadaan, rata dan bundar. Secara lahiriah, bumi itu sebenarnya bundar. Maka kata “Daha” mencakup keduanya, rata dan bundar.
Al-Quran juga berbicara tentang angin (riyaah): “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan tetumbuhan.” (QS.Al-Hijr:22)
Dalam ayat ini angin meniup awan yang berlainan rupa. Awan ini juga membawa benih, yaitu berbentuk air yang kemudian turun menjadi hujan menumbuhkan, menghidupkan, dan menyegarkan tetumbuhan dan lain-lain makhluk.
Keteraturan dan keterkaitan pada setiap makhluk di dunia ini adalah pertanda adanya kekuatan yang kreatif dan besar yang mengatur alam ini, dan mengarahkannya menuju suatu kesempurnaan. Setiap temuan sains selalu menyingkap rahasia-rahasia yang terpendam dan membuka jalan yang ada dalam sistem alam ini serta membuat kita semakin kagum. Rahasia itu mencakup sistem partikel yang terkecil, yaitu atom dan unsur-unsur pokoknya, sistem alam yang besar seperti galaksi, awan, dan yang paling menakjubkan sistem makhluk hidup, mulai dari struktur sel atau bahkan lebih kecil lagi seperti kromosom / gen sampai stuktur makhluk hidup yang sudah sempurna, terutama manusia yang memiliki beberapa sistem yang aktif dan terkoordinasi secara menakjubkan untuk mempertahankan hidup dan menyempurnakan dirinya. Perhatian akan sistem ini, pada diri ahli sains yang telah berperan dalam memahami dan menyingkapkan rahasia-rahasia sistem ini menimbulkan kesan objektif, dan terus akan begitu, bahwa suatu “Kepandaian Yang MahaKuasa” telah menciptakan sistem ini dan bertanggung jawab atas kelanjutannya.

Who am I ?
Apa dan jenis makhluk hidup apa manusia itu ? Menurut ilmu pengetahuan alam jawabannya adalah: Manusia yaitu makhluk hidup yang terdiri dari sekumpulan sel, mempunyai sifat-sifat membutuhkan makan, tumbuh, berkembang di dalam rahim dan dilahirkan oleh ibu. Sebagaimana tertuang dalam QS.Al-Mu’minuun: 12-14 yang artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.”
Manusia yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, hatinya diliputi keyakinan akan adanya sutu DzatYang Maha Gaib. Dengan keyakinannya itulah ia akan menghadapi segala ujian dan cobaan hidup dengan penuh sabar dan tenang. Ia akan menempuh jalan hidup yang dilaluinya dengan hati-hati. Dirinya sadar bahwa dalam hidupnya tidak sendirian, namun ada yang selalu menyertainya, yaitu Allah SWT. Manusia tahu dibalik semua ujian dan cobaan hidup ini akan ada hikmah yang terpendam.
“Maka nikmat Rabb-mu manakah yang kamu dustakan?” (QS.ArRahman:30). Ini sebuah pernyataan bahwa Nikmat Allah begitu banyaknya, sehingga sebagai manusia tidak dapat menghitungnya. Dan apa yang seharusnya kita perbuat, apakah memanfatkannya dengan baik atau tidak.

Why do I Exist?
Allah SWT menciptakan alam dengan semua isinya ini tidaklah sia-sia. Penciptaan alam ini ada tujuan yang pasti, agar manusia mengetahui kadar kebaikan dan kejahatan yang diperbuatnya, sehingga manusia yang beriman akan lebih mengenal Penciptanya, dan mau beramal untuknya sebagai bekal di hari akhirat nanti, dimana ia akan bertemu dengan Tuhannya.
Sebagai Firman Allah SWT, yang artinya:
“Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau.” (QS.Ali Imran:191)
“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja, dan bahwa kamu tidak dikembalikan kepada kami?” (QS.Al-Mu’Minuun:115)

Hamba Allah yang mukmin akan mengenal Allah sebelum mereka bertemu denganNya. Mereka mengenalNya sejak dari alam wujud ini dengan segala kehidupannya yang membuktikan adanya Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Agung yang patut diibadati. Allah berfirman yang artinya: “Dan tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepadaku” (QS.Az-Zariyat:56).
Kata beribadah kepadaKu dalam ayat ini sangat luas artinya. Termasuk dalam pengertian ini adalah mengenal Allah, karena tidak ada peribadatan tanpa ada pengenalan terlebih dahulu.
Sesungguhnya Allah menjadikan manusia untuk menerima pemberianNya, maka sudah barang tentu kita yang menerima harus mengenal dan bersyukur kepada Yang Memberi.Kalau hal ini dapat dilakukan dengan penuh kesadaran, kita akan rela menerima apa yang telah diberikan Allah kepada kita, dan tidak akan mengada-adakan sesuatu yang luar diri kemampuan sendiri. Inilah yang disebut manusia yang mengenal dirinya sendiri dan mengenal Sang Maha Pencipta, yang telah menciptakan alam semesta ini dengan penuh hikmah-Nya. Sebagaimana firman Allah, yang Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia Menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalannya.”(QS.Al-Mulk:2)

What am I going to do?
Setiap manusia merupakan unsur yang menentukan. Unsur ini terus-menerus menentukan kehidupan, gerakan, aksi dan reaksi terhadap berbagai fenomena yang penting dan tidak penting,dan mengubahnya kedalam bentuk tersendiri. Gerakan, aksi dan reaksi itu dipengaruhi oleh sifat dan pribadinya. Faktor yang menentukan pribadi dan sifat setiap manusia dalam arti prioritas yang dipilihnya ketika menghadapi jalan silang, merupakan faktor yang menentukan dalam kehidupan dunia mental dan amal(praktis).
Ada hal yang menarik. Menurut pandangan wahyu, perbuatan-perbuatan manusia yang paling alamiahpun timbul semata-mata karena naluri dan kehendak hati manusia. Setiap perilaku yang menuju kesempurnaan dunia disebut amal sholeh. Keadaannya bukanlah bahwa manusia dapat berbuat suatu keduniawian untuk kehidupan akhirat menurut jalan Allah, melainkan masing-masing perbuatan itu dan pendekatannya terhadap dunia selalu ditujukan kepada usaha yang konstruktif, yang akibatkan akan dirasakannya dalam kehidupan sesudah mati.

Contohnya adalah perbuatan ibadah shalat lima waktu. Karakter sebenarnya dari shalat itu adalah memusatkan perhatian jiwa dan perasaan hati kepada realitas eksistensi yang sejati, yaitu Allah. Perbuatan ibadah ini merupakan pembangunan kembali diri atas perhatian manusia kepada dirinya sendiri dengan mawas diri, menghitung-hitung amal perbuatannya. Maka menurut wahyu, segala amal perbuatan memiliki sifat konstruktif merupakan gerakan manusia menuju suatu kesempurnaan.
Menurut wahyu, sistem kehidupan didunia ini akan mengalami perubahan ke dalam sistem lain. Fase perubahan di dalam Al-Quran disebut: “Hari Berbangkit” (Qiyamat). Maka dalam fase ini manusia akan menjalani kehidupan yang hari esoknya semata-mata ditentukan oleh pikiran dan usahanya.

______Wallaahua'alam______
References:
Al-Quranul Karim dan Terjemahannya.
Beheshti,S.M.H. 1989. Pandangan Hidup muslim. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Mahmoud,musthafa. 1992. Al-Qur’an dan Alam Kehidupan. Solo:CV.Pustaka Mantiq

Kamis, 01 April 2010

Bagaimana Qt menjadi Ummat terbaik (Khairu Ummah)?


Tertuang dalam Qs. Ali Imran[3]:110 Allah berfirman, yang artinya: “Kamu (ummat Islam) adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegahdari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”

Maksud Ummat terbaik menurut Allah dalam QS.3: 110 diatas dapat dijabarkan sbb:
1. Ukhrijat linnaas (yang dilahirkan u/ manusia)
Esensinya yaitu Kita sebagai ummat Islam jangan hanya tinggal diam. Bergaullah pada orang lain (Hablumminannas). Sehingga terjadi ikatan ukhuwah (persaudaraan). Sebagaimana Rasul bersabda: “Manusia yang baik itu adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain” (Al-Hadist). Disebutkan juga dalam QS. An-Nazi’at:27: “Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya?”. Ini menandakan bahwa manusia “special” dibanding makhluk lain. Sehingga manusia dituntut u/ balance antara Hablumminallah dan Hablumminannas.
2. ‘Amar Ma’ruf (Menyuruh pada kebaikan) berdasarkan ilmu.
Allah memerintahkan kita agar berdakwah di jalan-Nya: “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaranyang baik. Dan bantah lah mereka dengan cara yg lebih baik”(QS. An-Nahl:125)
Dalam hadist diriwayatkan o/ Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan (hidayah), maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang2 yg mengikutinya, tanpa mengurangi pahala yang diterima o/ orang2 tsb” (HR. Muslim, 2674)
3. Nahi Munkar (Mencegah pada kemungkaran)
Betapa banyak ummat Islam yang ingin masuk surga sendirian. Ini menandakan kurang pemahaman dalam menjalankan syari’at.
Dalam hadist (dg beberapa perubahan redaksi) disebutkan: “ Ubahlah keburukan dengan 3 hal, yaitu dengan tangamu, lisanmu, dan dengan doa, sesungguhnya doa adalah selemah2nya iman.”
4. Jangan terpecah belah antar Ummat Islam
Jangan karena perbedaan Khilafiyah, silaturrahim terputus. Klo seperti ini terus, kapan Ummat Islam dewasa akan hal beragama?? Sebuah PR kita semua.

Pada dasarnya, tabiat Ummat Islam itu baik. Dikatakan baik disini yaitu Tahu apa tujuan Allah menciptakan manusia dan manusia mengikuti apa yang sudah ditetapkan o/ Allah.

_______Wallaahua’lam Bisshowab______

*review dr sebuah tausyah o/ Ust. Faishal Fath

Senin, 29 Maret 2010

ETIKA BERBEDA PENDAPAT

Pertanyaan..
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Syaikh yang terhormat, banyak perbedaaan pendapat yang terjadi di antara para aktivis dakwah yang menyebabkan kegagalan dan sirnanya kekuatan. Hal ini banyak terjadi akibat tidak mengetahui etika berbeda pendapat. Apa saran yang Syaikh sampaikan berkenan dengan masalah ini ?

Jawaban..

Yang saya sarankan kepada semua saudara-saudara saya para ahlul ilmi dan praktisi dakwah adalah menempuh metode yang baik, lembut dalam berdakwah dan bersikap halus dalam masalah-masalah yang terjadi perbedaan pendapat saat saling mengungkapkan pandangan dan pendapat. Jangan sampai terbawa oleh emosi dan kekasaran dengan melontarkan kalimat-kalimat yang tidak pantas dilontarkan, yang mana hal ini bisa menyebabkan perpecahan, perselisihan, saling membenci dan saling menjauhi. Seharusnya seorang da’i dan pendidik menempuh metode-metode yang bermanfaat, halus dalam bertutur kata, sehingga ucapannya bisa diterima dan hati pun tidak saling menjauhi, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” [Ali-Imran : 159]

Allah berfirman kepada Musa dan Harun ketika mengutus mereka kepada Fir’aun.

“Artinya : Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut” [Thaha : 44]

Dalam ayat lain disebutkan.

“Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” [An-Nahl : 125]

Dalam ayat lain disebutkan.

Artinya : Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka” [Al-Ankabut : 46]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya, tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali akan mengindahkannya, dan tidaklah (kelembutan itu) luput dari sesuatu kecuali akan memburukkannya” [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Birr wash Shilah : 2594]

Beliaupun bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak ada kebaikan padanya” [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Birr wash Shilah : 2592]

Maka seorang da’i dan pendidik hendaknya menempuh metode-metode yang bermanfaat dan menghindari kekerasan dan kekasaran, karena hal itu bisa menyebabkan ditolaknya kebenaran serta bisa menimbulkan perselisihan dan perpecahan di antara sesama kaum muslimin. Perlu selalu diingat, bahwa apa yang anda maksudkan adalah menjelaskan kebenaran dan ambisi untuk diterima serta bermanfaatnya dakwah, bukan bermaksud untuk menunjukkan ilmu anda atau menunjukkan bahwa anda berdakwah atau bahwa anda loyal terhadap agama Alah, karena sesungguhnya Allah mengetahui segala yang dirahasiakan dan yang disembunyikan. Jadi, yang dimaksud adalah menyampaikan dakwah dan agar manusia bisa mengambil manfaat dari perkataan anda. Dari itu, hendaklah anda memiliki faktor-faktor untuk diterimanya dakwah dan menjauhi faktor-faktor yang bisa menyebabkan ditolaknya dan tidak diterimanya dakwah.

[Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawwiah, Juz 5, hal.155-156, Syaikh Ibnu Baz]


[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 198-200 Darul Haq]



Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1137&bagian=0

Rabu, 24 Maret 2010

Beralih dari pengobatan medis ke pengobatan ala Rasulullah


Zaman yang serba modern seperti saat ini pola makan manusia kurang diperhatikan. Alhasil kesehatan sering terganggu dan menyebabkan berbagai penyakit, diantaranya gangguan pada ginjal, diabetes, darah tinggi, dll. Pengobatan medis sudah sering dilakukan, tetapi masih ada orang yang merasa putus asa akan kesembuhan yang tidak kunjung tiba. Sehingga beberapa orang yang beralih dari pengobatan medis ke pengobatan ala Rasulullah (Thibbun Nabawi). Pengobatan ala Rasulullah diantaranya dengan madu dan bekam sesuai dengan sabda Nabi “Kesembuhan itu berada pada tiga hal, yaitu minum madu, sayatan pisau bekam dan sundutan dengan api (kay). Sesungguhnya aku melarang ummatku (berobat) dengan kay.” (HR Bukhari). Dalam pembahasan kali ini mengenai pengobatan dengan cara bekam.
Bekam merupakan istilah yang dikenal dalam bahasa melayu, bahasa arab mengenalnya sebagai Hijamah, dalam bahasa inggris dikenal sebagai cupping, orang cina mengenalnya sebagai gua-sha, sedangkan orang Indonesia mengenalnya sebagai cantuk atau kop. Bekam merupakan salah satu bentuk pengobatan dalam Islam yang disunnahkan oleh Nabi Muhammad saw. Bekam mulai dikenal dan dilakukan sejak jaman Mesir kuno, bangsa Mesir kuno pada saat itu dikenal sebagai bangsa yang banyak mengadakan perjalanan jauh. Untuk mengurangi rasa tidak nyaman di tubuh tersebut, mereka berupaya untuk mengeluarkan cairan-cairan darah kotor yang mereka anggap mempengaruhi keseimbangan metabolisme di tubuh. Pada perkembangannya, Bekam kemudian menyebar dan berkembang ke berbagai negara di dunia sebagai salah satu bentuk pengobatan yang ampuh.
Beberapa definisi bekam (Al-Hijamah): 1)kulit berfungsi mengeluarkan toksin(ginjal ketiga). 2)Terapi pengeluaran racun/toksin dalam tubuh melalui permukaan kulit. 3)Kulit merupakan organ tubuh terbesar dalam tubuh sehingga dalam kulit inilah banyak toksin berkumpul. 4)Fungsi terganggu (asam urat), bisul, jerawat, psoriasis, dsb. 5)Al-Hijamah merupakan detoksifikasi yang tidak menimbulkan efek samping. 6)Darah mengalami oksidasi tanpa udara. 7)Plasma terpisah sendiri dari darah. 8)Hanya plasma dan sel darah rusak yang keluar dari tempat hijamah. 9)Jika kita meletakkan dua gelas untuk menghisap darah, maka mungkin saja darah akan keluar ke dalam gelas pertama, tapi tidak ke gelas kedua, padahal keduanya saling berdekatan. 10)Kesembuhan dapat terjadi meskipun darah tidak keluar ke gelas. Ada beberapa yang harus diperhatikan sebelum melakukan bekam, diantaranya orang yang melakukan bekam harus ahli bekam, alat bekam harus steril, riwayat penyakit pasien, dan larangan bekam itu sendiri.
Praktik-praktik dan hasil pengobatan bekam membuktikan bahwa bekam memang merupakan metode pengobatan yang baik. dan bekam bukan hanya mengobati penyakit-penyakit yang ringan, akan tetapi sunnah Nabi saw ini juga bermanfaat mengatasi penyakit-penyakit yang oleh para pakar pengobatan modern sulit disembuhkan, seperti : kanker, rhematik, tumor, hipertensi, diabetes, stroke, kolesterol dan penyakit-penyakit lain. Banyak manfaat dari bekam, sehingga pengobatan dianjurkan dengan berbekam, sesuai sabda Rasul “Allah mewajibkan puasa Ramadhan untuk membersihkan ruhani dan Rasulullah mensunnahkan bekam (Al-Hijamah) untuk membersihkan jasadi”

*dr b'bagai sumber>>Tugas Kuliah ^^

Positif Thinking di Era Globalisasi Menurut Islam


Secara naluriah, setiap manusia pasti merindukan perubahan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupannya.Baik secara individu, maupun sosial untuk membangun jiwa serta pikiran yang bersih menuju positive thinking. Terutama dalam menyikapi kehidupan yang sarat dengan tantangan di era globalisasi saat ini.
Banyak langkah yang ditempuh untuk membangun jiwa menuju pola pikir yang positive thinking dan pikiran yang bersih berdasarkan hati nurani yang fitrah. Dimulai dengan mengubah paradigma dan meluluskan tekad dan niat yang tulus untuk meraih perubahan. Tidak berpikiran statis (jumud), tak angkuh, aniaya, egoisme, menjadi sosok yang berbeda, teguh dalam prinsif, istiqomah serta ridho dalam menerima takdir Allah swt.

Upaya membangun jiwa positive thinking dalam kajian fokus kali ini, mari kita mengambil beberapa penelitian yang membahas tema kecemasan jiwa dari sisi pandang agama Islam yang dilandasi oleh keimanan yang telah meresap dalam qalbu manusia yang hatinya mati dapat dibangkitkan dengan ketenangan dan ketenteraman jiwanya.Awa man kaana mayyitan, faahyaynaahu wa ja’alnaa lahunuuron, yamsyii bihii fin naasi kamam matsaluhu fidhdhulumaatilaysa bikhooriji minhaa. Dan apakah orang-orang yang sudah mati hatinya kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia bisa berjalan,bergaul di tengah manusia seperti orang yang sedang berjalan dalam gelap gulita sekali-kali dia tidak dapat keluar darinya.
Ada beberapa kiat bagaimana membangun jiwa yang memiliki positive thinking secara Islam yang dirilis oleh Adil Fathi, Abdullah yang disadur dari buku yang judul aslinya asyi-syiruunahu nashiyhatan naajihatan lillatiy hiyaminalqolbi yang diterjemahkan oleh Faishal Hakim Halimy, yakni sebagai berikut,
pertama, luruskan pikiran. Berdasarkan QS Arro’dhu: 11,ayat tersebut menjelaskan tentang hukum perubahan dalam kehidupan manusia.Oleh karenanya keadaan tidak akan berubah dari satu kondisi selama belum mengenal hukum perubahan ini dengan baik. Maka tinggal upaya manusia untuk mengatasi rasa cemas atau agar terbebas dari keresahan.Tidak akan berguna hidup manusia adalah refleksi dari gaya berpikir seseorang dengan kapasitasnya pula.Manusia bisa sakit atau juga bisa menikmati sehat.
Kedudukan seseorang bukan penentu kebahagiaan atau kesengsaraan seseorang. Tetapi bagaimana menyikapinya mengubah cobaan berat menjadi sebuah karunia seperti diungkap oleh Mujtahid dan ulama besar Ibnu Taimiyah berkata, Apa yang dilakukan oleh musuh-musuhku? Tamanku dan surgaku berada dalam dadaku. Membunuhku sama halnya dengan mati syahid. Mengasingkanku sama dengan bertamasya, memenjarakanku sama dengan berkhalwat.

Kedua, tinggalkan sifat perfeksionisme, yaitu sifat orang-orang yang menginginkan segala sesuatunya berjalan dengan semestinya atau berjalan dengan sekehendaknya. Sifat ini banyak menjadikan orang stress dan gangguan jiwa berupa cemas atau gangguan-gangguan lainnya. Ciri-ciri sifat perfeksionisme adalah a). Mereka tidak mau menerima kekurangan yang ada pada dirinya. b). Mereka ingin segala maksud dan tujuannya tercapai dengan mulus tanpa rintangan sesuai dengan yang diinginkan. c). Memiliki sifat hipokrit (munafik). Ada hadits Nabi Muhammad SAW yang mengandung makna demikian: “Orang yang mati syahid, orang yang berilmu, orang yang mengaku dermawan, ketiga-tiganya terlempar ke neraka lantaran lahiriahnya berjiwa malaikat,tapi karakternya berhati iblis”.
Ketiga, hilangkan rasa cemburu terhadap apa yang dimiliki orang lain. Rasa cemburu salah satu sebab timbulnya rasa cemas. Rasa cemburu timbul lantaran kurangnya memiliki sifat kepercayaan diri. Rasa cemburu tidak hanya menimpa pada sektor kehidupan rumah tangga saja, akan tetapi bisa dalam sector lainnya. Bisa cemburu lantaran orang tersebut kurang dihormati di masyarakat, padahal orang tersebut pintar, alim dan lainnya. Bisa cemburu lantaran kurang sukses dalam bidang ekonomi, politik, sosial, jabatan, gelar akademik dan sebagainya. Ingatlah, bahwa berpikir cemburu adalah cara berpikir yang keliru dan salah. Kita memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuan yang kita miliki. Ingatlah, kebahagiaan anda bukan dari orang lain, tetapi muncul dari diri anda sendiri.
Keempat, jadilah sosok berbeda dan jadilah diri sendiri. Islam sebagai agama kita telah menentang sifat ikut-ikutan.Islam sangat mengagumkan dalam independensi dalam kepribadian individu. Dalam Islam istilah ikut-ikutan dinamakan imma’iyyah, yang diambil dari kata imma’a yang tersusun dari 2 kata yang berarti jika dan ma’a, bersama-sama. Jadi artinya, jika orang berbuat ini, maka saya bersama mereka.Rasulullah SAW bersabda, “Laatakuunuu imma’atan. Qooluu: Wamaa imma’atan ya rasuulallaah?Qooluu: Inaa ma’an naasi inahsanan naasu ahsanan, wa indholamuu, dholamnaa. Artinya:“Janganlah kalian ikut-ikutan.Para sahabat bertanya: Apa arti Imma’atan ya Rasulullah?Rasulullah SAW menjawab, “Saya bersama orang-orang yang jika orang-orang berbuat baik, maka saya pun berbuat baik. Jika mereka berbuat zalim, maka saya pun berbuat zalim, melainkan aturlah dirimu sendiri,” hadits Turmudzi.
Sistem tarbiyah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya tak berdasarkan metode ikut-ikutan, dengan tujuan agar menghasilkan karakter yang berbeda beda, tapi memiliki keunggulan masing-masing. Sesuai dengan porsinya. Mari kita renungkan hadits Rasulullah SAW yang maknanya, “Orang yang paling penyayang kepada ummatku adalah Abu Bakar. Orang yang paling tegas dalam urusan agama atau hukum Allah adalah Umar bin Khotob, orang yang memiliki rasa malu adalah Utsman bin Affan, orang yang pandai membaca Quran adalah Ubay bin Ka’ab, orang yang pandai ilmu faroo-idl adalah Zaid bin Tsabit, orang yang paling pandai atau ‘alim adalah Mu’adz bin Jabal. Bukankah setiap umat ini ada yang berjiwa pemimpin? Dan orang yang memiliki jiwa ini adalah Abu Ubaidah bin Zarrah,” HR AtTirmidzi, An Nasa’I, At-Thabarani dan Al-Bayhaqqi.
Kelima, hilangkan penyakit hati.Penyakit ini tentu bukan virus atau sejenis mikroba. Akan tetapi penyakit ini akibat adanya kerusakan pikiran yang bersumber dari hati manusia. Dan akibat tipisnya iman kita kepada Allah SWT. Bahaya sifat ini ditegaskan Nabi Muhammad SAW, Lyyakum wal hasada. Fainnal hasada yak-kulul hasanaati kamaa takkulun naarul hathob.Aw qoolal ‘usyba, rowaahu abuu daawudu. Waspadalah kalian dari sifat iri, karena sifat iri itu akan memakan kebaikan-kebaikan, sebagaimana api memakan kayu bakar atau rerumputan kering, Hadist Riwayat Abu Dawud.
Khotimah, tantangan hidup manusia di era globalisasi saat ini berkaitan dengan bagaimana cara membangun nilai-nilai positive thinking. Maka yang perlu kita sikapi sebagai da’i adalah bagaimana seharusnya profil seorang da’i yang selalu memberi pencerahan dan tausiyah kepada umat dalam membangun masyarakat madani yang berperadaban seperti diungkap oleh Nurcholis Madjid mengutip masyarakat yang pernah dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah.
Ada 5 pilar dalam membangun masyarakat madani, Satu, masyarakat rabbaniyah, masyarakar religius, yang dilandasi semangat berketuhanan atau tauhidiyah. Dua, masyarakat demokratis, hidup dalam suasana musyawarah dalam memecahkan persoalan kemasyarakatan atau muamalat. Ketiga, masyarakat toleran. Masyarakat Madaniyah adalah masyarakat majemuk, plural, baik dari suku maupun agama. Keempat, masyarakat yang berkeadilan. Kelima, masyarakat yang berilmu.

[Penulis adalah pemerhati masalah sosial kemasyarakatan]
Sumber : http://www.madina-sk.com/ edisi 28 Juli - 3 Agustus 2008

Senin, 22 Maret 2010

GAIRAH CINTA dan KELESUAN UKHUWWAH

oleh : Alm. KH Rahmat Abdullah “Sang Murabbi”
Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya saling memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya saling bermusuhan akhirnya saling berkasih sayang. Sangat dalam pesan yang disampaikan Kanjeng Nabi SAW : “Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih yang kau cintai.” (HSR Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari). Ini dalam kaitan interpersonal. Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve kecuali reserve syar’i yang menggariskan aqidah “La tha’ata limakhluqin fi ma’shiati’l Khaliq”. Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam berma’siat kepada Alkhaliq. (HR.Bukhari, Muslim, Ahmad dan Hakim).
Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu adalah : “Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah garis rahabatus’ shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak (upper) tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan diri).
Bagi kesejatian ukhuwah berlaku pesan mulia yang tak asing di telinga dan hati setiap ikhwah : “Innahu in lam takun bihim falan yakuna bighoirihim, wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi” (Jika ia tidak bersama mereka, ia tak akan bersama selain mereka. Dan mereka bila tidak bersamanya, akan bersama selain dia). Karenanya itu semua akan terpenuhi bila ‘hati saling bertaut dalam ikatan aqidah’, ikatan yang paling kokoh dan mahal. Dan ukhuwah adalah saudara iman sedang perpecahan adalah saudara kekafiran (Risalah Ta’lim, rukun Ukhuwah).
Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah
Karena bersaudara di jalan ALLAH telah menjadi kepentingan dakwah-Nya, maka “kerugian apapun” yang diderita saudara-saudara dalam iman dan da’wah, yang ditimbulkan oleh kelesuan, permusuhan ataupun pengkhianatan oleh mereka yang tak tahan beramal jama’i, akan mendapatkan ganti yang lebih baik. “Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu” (Qs. 47: 38).
Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da’wah ini. Ada yang sejak 20 tahun terakhir dalam kesibukan yang tinggi, tidak pernah terganggu oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da’wah atau oleh urusan yang merugikan da’wah. Mengapa ? Karena sejak awal yang bersangkutan telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da’-wah dan menepiskan kepentingan lainnya. Ini jauh dari fikiran nekad yang membuat seorang melarikan diri dari tanggungjawab keluarga.
Ada seorang ikhwah sekarang sudah masuk jajaran masyaikh. Dia bercerita, ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing, untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana yang kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu. Mereka mengontrak rumah petak sederhana. “Begitu harus berangkat (berdakwah-red) mendung menggantung di wajah pengantinku tercinta”, tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan bingung, seakan doktrin da’wah telah mengelupas. Kala itu jarang da’i dan murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij sang abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik panggilan ibu. “Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?” Sekarang yang membingungkan justru “Zauji au da’wati” : Isteriku atau da’wahku ?”.
Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00. Dia katakan pada istrinya : “Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam da’wah. Apa pantas sesudah da’wah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan da’wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya tapi kita pun cinta Allah”. Dia pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari. Beberapa tahun kemudian setelah beranak tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan anak-anaknyalah yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal dirumah? Sekarang ini keluarga da’wah tersebut sudah menikmati berkah da’wah.
Lain lagi kisah sepasang suami istri yang juga dari masyarakat da’wah. Kisahnya mirip, penyikapannya yang berbeda. Pengantinnya tidak siap ditinggalkan untuk da’wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absen dalam pertemuan kader (liqa’). Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit “syaghalatna amwaluna waahluna : kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga” (Qs. 48:11). Ia berjanji pada dirinya : “Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya harus hadir dalam tugas-tugas da’wah”. Pada giliran berangkat keesokan harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. “Wah ia yang sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?”. Maka ia pun absen lagi dan dimuhasabah lagi sampai dan menangis-nangis lagi. Saat tugas da’wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika harus berangkat ternyata ujian dan cobaan datang kembali dan iapun tak hadir lagi dalam tugas-tugas dak-wah. Sampai hari ini pun saya melihat jenis akh tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum da’wah, baik halaqah atau pun musyawarah yang keseluruhannya penuh berkah. Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh ikhwah berwajah jernih berhati ikhlas ? Saya tak tahu apakah mereka menemukan sesuatu yang lain, “in lam takun bihim falan takuna bighoirihim”.
Di Titik Lemah Ujian Datang
Akhirnya dari beberapa kisah ini saya temukan jawabannya dalam satu simpul. Simpul ini ada dalam kajian tematik ayat QS Al-A’raf Ayat 163 : “Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka tidak bersabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji mereka karena kefasikan mereka”. Secara langsung tema ayat tentang sikap dan kewajiban amar ma’ruf nahyi munkar. Tetapi ada nuansa lain yang menambah kekayaan wawasan kita. Ini terkait dengan ujian.
Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari belajar, tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan sepanjang hanya ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian kesabaran, keikhlasan, keteguhan dalam berda’wah lebih sedikit waktunya dibanding berbagai kenikmatan hidup yang kita rasakan. Kalau ada sekolah yang waktu ujiannya lebih banyak dari hari belajarnya, maka sekolah tersebut dianggap sekolah gila. Selebih dari ujian-ujian kesulitan, kenikmatan itu sendiri adalah ujian. Bahkan, alhamdulillah rata-rata kader da’wah sekarang secara ekonomi semakin lebih baik. Ini tidak menafikan (sedikit) mereka yang roda ekonominya sedang dibawah.
Seorang masyaikh da’wah ketika selesai menamatkan pendidikannya di Madinah, mengajak rekannya untuk mulai aktif berda’wah. Diajak menolak, dengan alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang dan kalau berda’wah, da’wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian mereka bertemu. “Ternyata kayanya kaya begitu saja”, ujar Syaikh tersebut.
Ternyata kita temukan kuncinya, “Demikianlah kami uji mereka karena sebab kefasikan mereka”. Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum’at jam 11.50 datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da’wah datang orang menyibukkan mereka dengan berbagai cara. Tapi kalau mereka bisa melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti kapal pemecah es. Bila diam salju itu tak akan me-nyingkir, tetapi ketika kapal itu maju, sang salju membiarkannya berlalu. Kita harus menerobos segala hal yang pahit seperti anak kecil yang belajar puasa, mau minum tahan dulu sampai maghrib. Kelezatan, kesenangan dan kepuasan yang tiada tara, karena sudah berhasil melewati ujian dan cobaan sepanjang hari.

Iman dan Pengendalian Kesadaran Ma’iyatullah
Aqidah kita mengajarkan, tak satupun terjadi di langit dan di bumi tanpa kehendak ALLAH. ALLAH berkuasa menahan keinginan datangnya tamu-tamu yang akan menghalangi kewajiban da’wah. Apa mereka fikir orang-orang itu bergerak sendiri dan ALLAH lemah untuk mencegah mereka dan mengalihkan mereka ke waktu lain yang tidak menghalangi aktifitas utama dalam da’wah? Tanyakan kepada pakarnya, aqidah macam apa yang dianut seseorang yang tidak meyakini ALLAH menguasai segalanya? Mengapa mereka yang melalaikan tugas da’wahnya tidak berfikir perasaan sang isteri yang keberatan ditinggalkan beberapa saat, juga sebenarnya batu ujian yang dikirim ALLAH, apakah ia akan mengutamakan tugas da’wahnya atau keluarganya yang sudah punya alokasi waktu ? Yang ia beri mereka makanan dari kekayaan ALLAH ?
Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam berukhuwah, yang gerah dan segera ingin pergi meninggalkan kewajiban liqa’, syuro atau jaulah. Bila mereka bersabar melawan rasa gerah itu, pertarungan mungkin hanya satu dua kali, sesudah itu tinggal hari-hari kenikmatan yang luar biasa yang tak tergantikan. Bahkan orang-orang salih dimasa dahulu mengatakan “Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majlis ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang”. Sayang hal ini tidak bisa dirampas, melainkan diikuti, dihayati dan diperjuangkan. Berda’wah adalah nikmat, berukhuwah adalah nikmat, saling menopang dan memecahkan problematika da’wah bersama ikhwah adalah nikmat, andai saja bisa dikhayalkan oleh mereka menelantarkan modal usia yang ALLAH berikan dalam kemilau dunia yang menipu dan impian yang tak kunjung putus.
Ayat ini mengajarkan kita, ujian datang di titik lemah. Siapa yang lemah di bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji di bidang keuangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang keuangan, jangan berani-berani memegang amanah keuangan kalau kamu lemah di uang hati-hati dengan uang. Yang lemah dalam gengsi, hobi popularitas, riya’ mungkin– dimasa ujian – akan menemukan orang yang terkesan tidak menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin diuji dengan jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun.Yang lemah dalam kejujuran mungkin selalu terjebak perkara yang membuat dia hanya ‘selamat’ dengan berdusta lagi. Dan itu arti pembesaran bencana.
Kalau saja Abdullah bin Ubay bin Salul, nominator pemimpin Madinah (d/h Yatsrib) ikhlas menerima Islam sepenuh hati dan realistis bahwa dia tidak sekaliber Rasulullah SAW, niscaya tidak semalang itu nasibnya. Bukankah tokoh-tokoh Madinah makin tinggi dan terhormat, dunia dan akhirat dengan meletakkan diri mereka dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW ? Ternyata banyak orang yang bukan hanya bakhil dengan harta yang ALLAH berikan, tetapi juga bakhil dengan ilmu, waktu, gagasan dan kesehatan yang seluruhnya akan menjadi beban tanggungjawab dan penyesalan.
Seni Membuat Alasan
Perlu kehati-hatian – sesudah syukur – karena kita hidup di masyarakat Da’wah dengan tingkat husnuzzhan yang sangat tinggi. Mereka yang cerdas tidak akan membodohi diri mereka sendiri dengan percaya kepada sangkaan baik orang kepada dirinya, sementara sang diri sangat faham bahwa ia tak berhak atas kemuliaan itu. Gemetar tubuh Abu Bakar RA bila disanjung. “Ya ALLAH, jadikan daku lebih baik dari yang mereka sangka, jangan hukum daku lantaran ucapan mereka dan ampuni daku karena ketidaktahuan mereka”, demikian ujarnya lirih. Dimana posisi kita dari kebajikan Abu Bakr Shiddiq RA ? “Alangkah bodoh kamu, percaya kepada sangka baik orang kepadamu, padahal engkau tahu betapa diri jauh dari kebaikan itu”, demikian kecaman Syaikh Harits Almuhasibi dan Ibnu Athai’Llah.
Diantara nikmat ALLAH ialah sitr (penutup) yang ALLAH berikan para hamba-Nya, sehingga aibnya tak dilihat orang. Namun pelamun selalu mengkhayal tanpa mau merubah diri. Demikian mereka yang memanfaatkan lapang hati komunitas da’wah tumbuh dan menjadi tua sebagai seniman maaf, “Afwan ya Akhi”.
Tetapi ALLAH-lah Yang Memberi Mereka Karunia Besar
Kelengkapan Amal Jama’i tempat kita ‘menyumbangkan’ karya kecil kita, memberikan arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan ini telah melahirkan kebesaran bersama. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama’i kita, tanpa harus mengklaim telah berjasa kepada Islam dan da’wah. “Mereka membangkit-bangkitkan (jasa) keislaman mereka kepadamu. Katakan : ‘Janganlah bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi kekuatan Islam, (sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu karunia besar dengan membimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang jujur” (Qs. 49;17).
ALLAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da’wah. Ini adalah karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa, lalu – karena ketidakpuasan yang lahir dari konsekwensi bergaul dengan manusia yang tidak maksum dan sempurna – menung-gu musibah dan kegagalan, untuk kemudian mengatakan : “Nah, rasain !” Sepantasnya bayangkan, bagaimana rasanya bila saya tidak bersama kafilah kebahagiaan ini?.
Saling mendo’akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak nampak motivasi lain bagi saudara yang berdoa itu. ALLAH akan mengabulkannya dan malaikat akan mengamininya, seraya berkata : “Untukmu pun hak seperti itu”, seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah dan jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yang saling mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman dan cinta fi’Llah.
*Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.[]

Abu Bakar bin Abi Qohafah

Silsilahnya dari keluarga Tamimi dan kabilah yang sama dengan Rasulullah, yaitu suku Quraisy.
Keutamaannya adalah: Beliau seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan dirinya dan memiliki akhlak yang mulia. Sebelum dtgnya Islam, ia pun sudah akrab dengan Rasulullah. Rahasia kebesarannya, sebagaiman Sabda Rasul: “Jika ditimbang keimanan Abu Bakar dengan keimanan seluruh ummat akan lebih berat keimanan Abu Bakar” (HR. Al-Baihaqi dlm Asysyiib). Allah juga mengabadikan sebuah kisah untuk dijadikan Hikmah: “ …dia salah seorang dari 2 orang ketika ke 2nya b’ada dlm gua, diwaktu dia berkata kepada temannya, “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita…(QS.AtTaubah:40).
Keimanan Abu Bakar tanpa ragu sebagaimana sabda Rasul: “Tiada aku mengajak seorang masuk Islam tanpa ada hambatan, keraguan tanpa mengemukakan pandangan dan alasan, hanya Abu Bakar-lah. Ketika aku menyampaikan ajakan tersebut,dia lansung menerimanya tanpa ragu sedikit pun.” (Dari kitab Albidayah Wannihayah). Kekuatan akidah dan keteguhan iman dapat dilihat pada saat orang menghadapi perjuangan (kekerasan). Kekuatan akidah & keteguhan iman Abu Bakar dapat dibuktikan dalam segala sikond. Bukti yang nyata adalah saat dia hijrah ke Madinah. Saat berjalan menuju gua bersama Rasulullah , Abu Bakar sesekali berjalan di depan Rasulullah karena ada musuh yang mengintai dari depan dan kalau ada musuh dari belakang, ia berjalan di belakang Rasulullah. Sampai2 Rasulullah bertanya: “Abu Bakar, kalau terjadi sesuatu apakah engkau lebih suka dirimu yg terkena dan bukan aku?”. Lalu Abu Bakar menjawab,: Benar Rasulullah. Demi yang mengutusmu dengan Haq.”
Begitu juga saat perang Badar, Rasulullah masih khusuk berdoa Abu Bakar menhampiri beliau dan mengatakan,”Ya Rasulullah, tenangkan dirimu dan mantapkan hatimu. Sesungguhnya Allah pasti akan menepati janji-Nya dan sesekali tidak mengecewakanmu.” Mendengarkan perkataan Abu Bakar, hati Rasulullah menjadi mantap dan tenang. Pantaslah bila ia digelari Rasulullah AsShiddiq, orang yang selalu benar dan membenarkan Muhammad sebagai Rasul-Nya. Setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat bermusyawarah memilih pengganti kepemimpinan Rasulullah. Keputusannya ditetapkan Abu Bakar Assiddiq sebagai khalifah. Ia tetap menyiapkan pasukan yang dipimpin Usamah bin Zaid. Dalam pertempuran tsb Islam menang. Banyak penghapal Al-Qur’an yang mati Syahid saat perang, dan Umar mengusulkan Al-Quran harus dikumpulkan agar keutuhannya tetap terjaga. Lalu Abu Bakar memanggil Zaid bin Tsabit untuk kepentingan usulan Umar. Dengan begitu Al-Quran telah ditulis Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran yang masih berada di tangan Abu Bakar sampai ia wafat, lalu dipindahkan ke khalifah selanjutnya, Umar bin Khattab.
Abu Bakar Ra wafat pada hari Senin malam selasa, antara magrib dan isya, tanggal 22 jumadil Akhir tahun 13 H dalam usia yang sama dengan Rasulullah. Dia memangku jabatan khalifah selama 2 tahun 3 bulan lebih 10 hari. Ia meninggalkan lima orang anak, 3 laki-laki dan 2 perempuan, yaitu Abdullah, Abdurrahman, Muhammad, Aisyah dan Asmaa (istri Azzubair ibnul Awwam).

Minggu, 21 Maret 2010

SELF JUSTIFICATION; Kenali dan Hati-hati!

Self justification merupakan satu penyakit yg melanda hati ketika dihadapakn pd tuntutan hokum syara yg dianggap berat, sedangkan Qt blum memaksimalkan upaya u/ mmenuhinya. Perasaan bahwa diri masih jauh lebih baik dr org lain terkadang muncul sbgai penghibur hati yg sebenarnya diliputi rasa bersalah. Bahayanya, bila perasaan seperti ini terus dibiarkan, Qt akan mnjadi org yg keras hati dan terus-menerus dlm kemaksiatan serta lalai untuk memperbaikinya.
Ada 3 indikator u/ mendeteksi kehadiran self justification ini, perhatikan baik2:

1. “Paling tidak, aku lebih baik dr org lain”
Ini hanyalah bisikan setan agar Qt lalai dlm memenuhi hukum syara. Ketika belum mampu melaksanakan shalat tepat waktu, Qt akn mengatakan pd dr sendiri, “masih mending aku masih mau shalat, daripada mereka yg tdk pernah shalat.” Contoh lainnya bagi akhwat, ketika belum bisa memakai kerudung dengan kaffah, Qt menghibur hati dengan,”Ah,masih mending aku mau menutup aurat. Daripada tidak sama sekali.” Astaghfirullah.. Hati2! Self Justification seperti ini bisa menggiring kpada kemaksiatan yg lebih besar lagi.
Jika Qt mw merenung, “siapakah sebenarnya shg Qt berhak menentukan aturan baik dan buruk?” Semua peraturan sudah sepatutnya hanya b’sumber dr Allah SWT semata. Yang baik dari-Nya sudah tentu baik bg Qt. Berbeda dg standar baik menurut manusia. Bisa jd standar baik menurut manusia, belum tentu sama dg standar baik di mata Allah. Ini krna manusia makhluk yg relative. Dg hawa nafsunya, manusia sering mengkompromi kebenaran. Padahal Islam menuntut setiap muslim u/ menegakkan aturan Allah secara kaffah, tdk ada kompromi.
Dalam salah satu ayat-Nya, Allah berfirman, “Dan tidaklah patut bg laki2 beriman&perempuan mukmin, apabila Allah telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bg mereka pilihan yg lain ttg urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yg nyata.”(Qs.33:36)

2. “Aku akan berubah di masa mendatang”
Pemikiran semacam ini jelas salah, karena tdk ada seorang pun yg bs menjamin esok hari masih bernyawa. Qt tak bs menjanjikan bahwa suatu saat dimasa yg mendatang akan lebih baik. Satu2nya yg pasti terjadi adalah kematian. (Dan) setiap ummat ada ajalnya. Apabila ajal sudah datang, tdk dapat mereka (berusaha) mengundurkan ataupun memajukan walau sesaat.”(Qs.7:34)
Janagnlah menunda-nunda melakukan kebaikan. Jangan sampai Qt belum sempat melakukan kebaikan ketika malaikat mencabut nyawa ini. Lakukanlah perubahan saat ini juga selagi Allah masih memberikan kesempatan hidup. Sebagaimana Firman-Nya, “Dan bersegeralah kpda ampunan dr Tuhanmu dan kpda surga yg luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan u/ org2 bertakwa.”(Qs.3:133)

3. “Aku belum mampu melakukannya, terlalu sulit”
Lagi2 Qt membuat alas an u/ menunda amal Shaleh. Alasan bahwa Islam itu sulit&tdk mudah dicerna adalah sesuatu yg berlebihan. Sungguh, Islam diturunkan sbgai rahmatan lil ‘alamin, sesuai dg batas kemampuan & tdk pernah mempersulit manusia. Allah swt berfirman, “Allah tdk akan membebankan atas diri seseorang kecuali sekadar kemampuannya. (QS.2:286).
“Selama hatiku masih tetap bersih, Allah pasti mengampuniku.” Memang benar, Allah swt adalah Maha Pengampun. Tapi bukan berarti Qt melegitimasi u/ melalaikan hukum syara.
“Apakah kamu tidak memperhatikan org yg menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yg dikehendaki-Nya & mereka tdk dianiaya sedikitpun.(QS.4:49)

-----------------Wallahu a’lam Bisshowab----------------

^^Saudaraku..Mari bersama2 jujur pd dr sendiri & Bertakwa pd Allah swt. Akui dan perbaiki segala kekurangan Qt. Jgn mudah u/membuat alasan2 atas kesalahan Qt. Jgn menyepelekan kesalahan dan kekurangan Qt. Bukankah salah satu ciri orang mukmin adlah mawas diri, menerima nasihat, dan bertaubat jk b’buat kesalahan?? Sekecil apapun Kesalahan itu!! Wallahu a’lam…

__Oleh: Aulia Hasanah, MaPI, Juni 2007

Gumaisha binti Milhan RA; Maharnya masuk Islam

Rasulullah S.A.W bersabda: “Ketika aku masuk ke dalam syurga aku mendengar suara langkah seseorang. Lalu aku berkata : “Siapakah gerangan orang ini? “ mereka menjawab : “ini adalah suara langkah Gumaisha binti Milhan RA, Ummu Anas Ibnu Malik “. Rasulullah bersabda lagi: “ aku sangat menyayanginya, saudara lelakinya telah terbunuh mati syahid bersamaku”.

Sahabat wanita yg akan kita baca sejarah hidupnya ini adalah salah seorang dari sahabat wanita pd zaman Rasulullah yg telah memiliki kebenaran & memiliki catatan amal soleh yg banyak. Para ahli riwayat hadist telah bermuafakat kalau sahabat ini memiliki kuniyah ; Ummu Sulaim. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam nama,da yg mengatakan samaada Gumaisya, atau Rumaisya. Adapun yg lain mengatakan Unaifah, dan yg lainnya mengatakan Rumaithah.
Ummu Sulaim adalah ibunda dari seorang sahabat yg bernama Anas Ibnu Malik, pembantu Rasulullah S.A.W. Ummu Sulaim telah memeluk agama Islam tatkala Rasulullah S.A.W masih menetap di Makkah. Ia juga ikut dibaiat Rasulullah S.A.W ketika baru tiba di Madinah. Masuknya Ummu Sulaim dalam agama Islam adalah sebuah pukulan dan paksaan terhadap suaminya Malik Ibn Nadhr yg tidak menghadiri pembaiatan terhadap Rasulullah.

Ketika Anas Ibn Malik mulai dewasa, datanglah Abu Thalhah al-Anshar untuk melamar Ummu Sulaim. Ketika itu Abu Thalhah masih dalam keadaan musyrik. Ummu Sulaim menolak lamaran Abu Thalhah. Ketika Abu Thalhah datang untuk kedua kalinya, Ummu Sulaim memperhatikan wajah Abu Thalhah, Ummu Sulaim ingin melihat kalau wajahnya memancarkan kebaikan. Ummu Sulaim berkata : “sesungguhnya tidak layak bagiku untuk menikah dengan seorang Musyrik. Wahai Abu Thalhah, tidakkah engkau ketahui kalau tuhan-tuhan kamu itu adalah hasil ukiran dan tempahan seseorang, dan apabila kamu semua menyalakan api disekitarnya, nescaya tuhan-tuhan tersebut akan hangus terbakar. Apakah tuhan-tuhan tersebut akan memberimu faedah?”.
Ummu Sulaim selalu mengulangi jawapan seperti ini setiap kali ditanya oleh Abu Thalhah. Ketika Abu Thalhah pulang, jawapan2 Ummu Sulaim telah mempengaruhi jiwanya. Akhirnya, dia mendapat petunjuk untuk masuk Islam. Dia kembali datang kepada Ummu Sulaim, dan berkata kepadanya : “semua yg telah engkau ucapkan meninggalkan kesan yang mendalam dalam jiwaku”. Abu Thalhah mengisytiharkan keislamannya dihadapan Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata : “saya terima lamaranmu dan saya tidak meminta mahar kecuali engkau masuk Islam”.

*Begitulah sekilas kisah sahabat wanita ini yg seluruh hidupnya hanya disandarkan kepada ALLAH. Wanita mengungguli sifat sabar dalam diri, konsep bertawakal setiap saat, keimanan yg teguh dan kekuatan hati yg mantap. Semoga dengan kisah ini dapat memberikan sedikit ajakan muhasabah diri untuk kita sama-sama memperbaiki diri dalam menggapai Ridho Allah SWT… InsyaALLAH.
Sumber: Bidadari-Bidadari Surga, Blog Permata Hati (70 wanita terbilang di zaman Rasulullah SAW ; Abu Azka Al-Madani)